March 05, 2021, 10:32 AM UTC
Penulis: Aprilia Ciptaning
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 31 Agustus 2020. Rapat tersebut membahas tugas dan fungsi ISC sebagai pengganti Petral untuk impor minyak mentah dan BBM, rencana PT Pertamina (Persero) dalam penggunaan BBM ramah lingkungan serta progres dan proyeksi keterjaminan penyediaan LPG 3kg kepada rakyat pada 2020-2024 sesudah restrukturisasi PT Pertamina (Persero) Subholding Pemasaran. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
JAKARTA – Proyek baterai listrik diprediksi membutuhkan investasi hingga US$3,2 miliar atau kurang lebih Rp44,8 triliun (asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS).
Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Emma Sri Martini mengatakan, perseroan telah menyiapkan dana tersebut sebagai bagian dari bisnis ekosistem baterai kendaraan elektronik.
- Rumor Merger OVO-DANA Usai Grab Borong Saham Rp4 Triliun, Ini Tanggapan Emtek
- Raup Rp1,6 Triliun dari Rights Issue, Bumi Resources Minerals Siap Genjot Cadangan Emas
- Tak Mau Kalah dari Clubhouse, Facebook Luncurkan Medsos Berbasis Podcast
“Anggaran ini untuk persiapan bisnis battery pack, swapping, dan stasiun pengisian daya kendaraan listrik,” katanya dalam webminar daring, Kamis, 4 Maret 2021. Saat ini, pihaknya mengaku akan berfokus memulai shifting terhadap proyek subsitusi fossil fuel.
Seperti diketahui, Pertamina sebagai salah satu bagian Indonesia Battery Holding (IBH) akan mengembangkan ekosistem Electrical Vehicle (EV) dengan membuat EV Battery.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, ada tujuh tahapan yang akan dilakukan, yakni mining, refining, precursor plant, cathode plant, battery cell, battery pack, dan recycling.
“Kami akan memastikan tahapan dan langkah dalam pengembangan EV Battery berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Terkait hal ini, Pertamina akan fokus pada precursor, cathode, battery cell, dan battery pack. Sementara untuk tahap recycling, perseroan akan menggendeng PT PLN (Persero), PT Aneka Tambang Tbk (Antam), dan PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum.
Nicke menambahkan, untuk memastikan prosesnya berjalan lancar keempat perusahaan pelat merah ini akan membentuk perusahaan patungan alias joint venture bernama Indonesia Battery Corporation (IBC) pada tahun depan.
Ia bilang, pengembangan industri baterai memiliki potensi besar di Indonesia. Pertama, untuk mobility, khususnya two wheels atau motor yang potensinya lebih cepat dibandingkan dengan four wheels. Kedua, Energy Storage System (ESS) untuk menjaga keandalan suplai dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).