January 17, 2021, 06:05 PM UTC
Penulis: Ananda Astri Dianka
Petugas medis menunjukkan vaksin COVID-19 produksi Sinovac sebelum dilakukan penyuntikan kepada tenaga kesehatan di RS Siloam TB Simatupang, Jakarta, Kamis, 14 Januari 2021.Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
JAKARTA – Di tengah pelaksanaan vaksinasi gratis tahap pertama, sejumlah pihak menyuarakan agar pemerintah membuka opsi pengadaan vaksin secara mandiri atau berbayar.
Menjawab hal ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir kompak mengaku membuka peluang tersebut dan akan mengkajinya. Namun, keduanya belum berkata lebih lanjut lantaran masih fokus dalam pelaksanaan vaksinasi gratis.
“Pada prinsipnya kami ingin vaksinasi terlaksana secepat-cepatnya dan semurah-murahnya. Saat ini prioritasnya adalah bagaimana masyarakat mendapat vaksin gratis, selanjutnya akan kami kaji,” kata Budi dalam webinar, Sabtu 16 Januari 2021.
- Kantongi Rp9,3 Triliun dari Private Placement, Emtek Ekspansi Bisnis Kesehatan dan Digital
- SKK Migas: Blok Saka Kemang Bisa Produksi Kuartal IV-2023, Asal Proses Izin Dipercepat
- Rumor Merger OVO-DANA Usai Grab Borong Saham Rp4 Triliun, Ini Tanggapan Emtek
Kendati maklum dengan usulan tersebut, mantan Wakil Menteri BUMN ini mengimbau masyarakat agar sabar menunggu giliran vaksinasi. Budi pun memberikan catatan bahwa vaksinasi mandiri bukan untuk perorangan, melainkan korporasi atau perusahaan.
“Bolehnya untuk korporasi. Dengan satu syarat, korporasi mau beli dan semua karyawannya harus dikasih,” ujar Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Kamis lalu.

Usulan Pengusaha
Usulan vaksinasi mandiri merebak saat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengusulkan agar pemerintah mengizinkan perusahaan untuk melakukan vaksinasi secara mandiri kepada karyawannya.
Menurut Ketua Kadin, Rosan Perkasa Roeslani, vaksinasi mandiri tak hanya mempercepat distribusi vaksin, melainkan juga menghemat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Memang, jika sesuai jadwal dari pemerintah, program vaksinasi gratis memakan waktu sekitar 15 bulan atau Januari 2021-Maret 2022.
Turut buka suara, Erick Thohir menyatakan sejak awal pemerintah sudah menggaet BPK, KPK, BPKP, dan LKPP agar tak muncul isu komersialisasi dalam vaksinasi. Menurutnya, ada beberapa catatan jika memang vaksin mandiri tersedia bagi publik.
- Johnny Plate Siap Ladeni Gugatan Sampoerna Telekom Soal Tarif Pita Frekuensi Radio
- Kasus Suap Samin Tan, KPK Periksa 2 Petinggi Borneo Lumbung Energi &Metal
- Belum Ada Kepastian Pelaksanaan Ibadah Haji, Jemaah Indonesia Masih Maju Mundur
Pertama, vaksin yang digunakan dalam vaksinasi mandiri harus berbeda dengan yang disediakan gratis oleh pemerintah. Berbeda di sini maksudnya adalah merek vaksin, buka kualitas atau proses vaksinasinya.
Kedua, tempat penyuntikkan vaksin juga dibedakan dengan program vaksin gratis pemerintah. Ketiga, harga vaksin mandiri harus terbuka dan transparan, ini untuk menghindari permainan harga vaksin di pasar.
“Kita tidak mau kejadian harga masker di awal pandemi terulang lagi. Setelah kita operasi masker dengan Kimia Farma, baru harganya turun dari Rp20.000 jadi Rp2.500,” kata Erick dalam talkshow Mata Najwa beberapa waktu lalu.

Dukungan IDI
Selain dari Kadin, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga berkomentar positif terkait wacana vaksin berbayar ini. Menurut Juru Bicara vaksin IDI, Iris Rengganis, vaksin mandiri memungkinkan target vaksinasi selesai sebelum akhir tahun.
Iris juga menambahkan, alangkah lebih baik jika vaksinasi mandiri dilakukan oleh perusahaan swasta dan rumah sakit swasta dengan biaya pribadi.
“Jadi kalau itu bisa dijalankan oleh semua kantor swasta, atau RS swasta yang tidak ditanggung pemerintah, yang bisa membayar itu akan lebih baik atau dikelola oleh yang swasta,” terangnya. (SKO)