Hubungan Kian Rekat, Kerja Sama Dagang Rusia-China Bakal Capai Rp2,9 Kuadriliun

25 Mei 2023 13:02 WIB

Penulis: Rizky C. Septania

Editor: Laila Ramdhini

Presiden Rusia Vladimir Putin/TASS

MOSKOW - Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin mengatakan perdagangan Rusia dan China akan mencapai rekor baru tahun ini.

Dalam sebuh forum yang diadakan oleh Shanghai Selasa lalu, Mishustin mengatakan dia yakin Rusia dan China akan dapat meningkatkan total volume perdagangan mereka menjadi US$200 miliar atau kisaran Rp2,9 kuadriliun (asumsi kurs Rp14.900 per dolar AS) tahun ini.

Saat target tersebut bisa tercapai, total perdagangan antara Rusia dan China ke level tertinggi yang pernah ada. Sebelumnya, rekor perdagangan Rusia dan China berada pada angka US$190 miliar atau Rp2,8 kuadriliun pada 2022 lalu.

"Pemerintah Rusia dan China telah memulai upaya terkoordinasi untuk mengimplementasikan kesepakatan yang dicapai pada tingkat tertinggi," kata Mishustin sebagaimana dikutip TrenAsia.com dari Insider, Kamis, 25 Mei 2023.

Dalam forum yang sama, Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan bahwa negaranya dapat memasok hingga 40% energi untuk China.

Andalkan China

Perlu diketahui, sejak menginvasi Ukraina tahun lalu, Rusia tampak lebih mengandalkan China. Bergantungya Rusia pada China makin tampak dari kejasama pasar ekspor minyak mentahnya.

Selain itu, Andrey Kostin, kepala eksekutif salah satu bank yang dikelola negara Rusia. memperkirakan bahwa sekitar 70% perdagangan antara China dan Rusia dalam mata uang yuan China atau rubel Rusia.

Di sisi lain, Perdana Menteri China Li Qiang mengatakan kepada Mishustin dalam sebuah pertemuan pada hari Rabu bahwa pemerintah bersedia membawa kemitraan mereka ke tingkat baru

Rusia dan China telah melakukan upaya khusus untuk memperkuat hubungan ekonomi selama setahun terakhir, dan kedua negara telah bergabung untuk menghindari penggunaan dolar AS.

Pada bulan April, Rusia memiliki cadangan yuan sekitar US$45 miliar atau kisaran Rp472 triliun yang mulai digunakan untuk menutupi defisit anggarannya.

Saat ini, Negeri beruang Merahmenciptakan mata uang cadangan baru dengan China dan negara-negara BRICS lainnya yang berpotensi menantang greenback.

Sekadar pengingat, semenjak Rusia menginvasi Ukraina, negara-negara Barat memberlakukan beragam sanksi. Mulai dari sanksi ekonomi hingga sanksi ekspor minyak.  

 

 

Berita Terkait