Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.
Industri

Dugaan Malaadministrasi Izin Usaha Perdagangan Kripto, Ombudsman Akan Panggil Bappebti

  • Hal tersebut disampaikan oleh anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam Konferensi Pers "Dugaan Maladministrasi dalam Proses Permohonan Izin Usaha Berjangka Aset Kripto" di kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis, 16 Februari 2023.
Industri
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) akan dipanggil Ombudsman karena adanya dugaan maladministrasi dalam proaes perizinan usaha bursa berjangka perdagangan aset kripto. 

Hal tersebut disampaikan oleh anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam Konferensi Pers "Dugaan Maladministrasi dalam Proses Permohonan Izin Usaha Berjangka Aset Kripto" di kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis, 16 Februari 2023. 

Adanya dugaan maladministrasi ini dilaporkan oleh PT Digital Future Exchange (DFX), perusahaan yang mengajukan diri untuk menjadi pedagang fisik aset kripto resmi yang terdaftar di bursa berjangka komiditi di bawah naungan Bappebti. 

Laporan tersebut diajukan pada 19 Desember 2022, dan setelah Ombudsman melakukan pendalaman terhadap laporan tersebut, ditemukan setidaknya tiga dugaan maladministrasi. 

"Kami merumuskan setidaknya ada tiga dugaan maladministrasi," ujar Yeka kepada para wartawan. 

Dugaan maladministrasi yang pertama berkaitan dengan penundaan yang berlarut dalam proses izin usaha bursa berjangka (IUBB) dari Bappebti. 

Yang kedua, Ombudsman menemukan adanya dugaan penyimpangan prosedur dari Bappebti sehingga menghasilkan ketidakjelasan dalam proses pengajuan izin yang diupayakan oleh DFX. 

Kemudian, dugaan yang ketiga adalah adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Bappebti sehingga proses izin yang diajukan DFX tidak kunjung menemukan titik cerah. 

DFX mengajukan IUBB kepada Bappebti sejak 7 Oktober 2021. Akan tetapi, proses pengajuan izin tersebut terus terulur, bahkan saat rencana pendirian bursa kripto di Indonesia sudah semakin dekat. 

Padahal, kata Yeka, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengatakan bahwa setiap unit usaha yang sudah memenuhi syarat dalam menjalani bisnisnya secara resmi untuk tidak ditahan-tahan perizinannya.

Yeka menyampaikan, untuk memenuhi indikator-indikator perizinan sesuai dengan perundang-undangan, DFX telah mengeluarkan biaya hingga Rp19 miliar. 

"Belum lagi nantinya perusahaan harus menyetor Rp100 miliar untuk membuktikan kemampuan finansial perusahaan, dan angka itu akan terus bertambah. Ke Rp500 miliar, dan bahkan konon katanya nanti Rp1 triliun," kata Yeka. 

Walaupun dalam laporan ini Bappebti ditempatkan sebagai yang terduga dalam aksi maladministrasi, namun Yeka tidak memungkiri bahwa bisa saja kesalahan berada di DFX sendiri yang belum bisa memenuhi syarat IUBB. 

Maka dari itu, dalam penindaklanjutan laporan ini, Ombudsman pun akan menggali lagi fakta terkait pemenuhan prosedur dari DFX untuk menjadi pedagang fisik aset kripto yang resmi. 

Apabila ternyata dalam hal ini yang bersalah adalah DFX sendiri, maka Ombudsman pun akan merekomendasikan DFX untuk segera memenuhi syarat yang belum terpenuhi. 

"Tapi, kita akan lihat 'bola'-nya ada di mana. Jika ada syarat yang tidak terpenuhi, bisa saja hal itu terjadi karena adanya penyimpangan prosedur dari Bappebti," kata Yeka. 

Yeka pun menyampaikan bahwa permasalahan ini akan diupayakan untuk bisa tuntas secepat mungkin karena Kementerian Perdagangan sudah menyampaikan bahwa bursa kripto di Indonesia rencananya akan didirikan pada bulan Juni tahun ini. 

Ombudsman sudah memanggil Bappebti dua kali. Akan tetapi, dari kedua pemanggilan tersebut, Bappebti belum bisa memberikan keterangan yang memuaskan pihak Ombudsman dalam investigasinya. 

Maka dari itu, Ombudsman pun akan memanggil Bappebti untuk ketiga kalinya. Apabila Bappebti tidak memenuhi panggilan tersebut, maka Ombudsman memiliki hak untuk meminta Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan penjemputan secara paksa sesuai dengan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman. 

Selain Bappebti, ada empat pihak yang akan dimintai keterangan lebih lanjut terkait dengan skema perdagangan aset kripto di bursa berjangka, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan asosiasi pedagang.