IDHAM.png

JAKARTA - World Health Organization (WHO) melaporkan setidaknya terdapat 15.000 orang meninggal dunia akibat gelombang panas yang melanda Eropa tahun ini."Menurut data negara yang telah dikumpulkan sejauh ini, diperkirakan setidaknya 15.000 orang meninggal karena gelombang panas pada 2022," ujar Direktur Regional Eropa WHO Hans Kludge dikutip dari The Straits Times, Minggu, 13 November 2022.<ul><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/read/mau-naik-gaji-begini-cara-minta-ke-atasan-supaya-sesuai-ekspektasi">Mau Naik Gaji? Begini Cara Minta Ke Atasan Supaya Sesuai Ekspektasi</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/read/go-to-dikabarkan-akan-phk-lebih-dari-1-000-karyawan-untuk-pangkas-biaya">GoTo Dikabarkan Akan PHK Lebih dari 1.000 Karyawan untuk Pangkas Biaya</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/read/apakah-tabel-morbiditas-akan-jadi-standar-tetap-untuk-asuransi-penyakit-kritis-simak-di-sini">Apakah Tabel Morbiditas Akan Jadi Standar Tetap untuk Asuransi Penyakit Kritis? Simak di Sini!</a></li></ul>WHO mencatat ada sekitar 4.500 kematian di Jerman, 4.000 di Spanyol, lebih dari 3.200 di Inggris, dan lebih dari 1.000 di Portugal. Data tersebut dihimpun dari periode Juni hingga Agustus 2022.Periode tiga bulan itu memang tercatat sebagai musim panas terpanas di Eropa. Bahkan, wilayah Eropa ditimpa oleh kekeringan paling buruk sejak Abad Pertengahan.Pihak WHO pun menjelaskan bahwa ketidakmampuan tubuh manusia untuk mendinginkan diri sendiri di tengah suhu panas yang tinggi telah menjadi penyebab kematian ribuan orang.Suhu panas yang ekstrem itu pun menjadi lebih berbahaya lagi bagi orang yang mengidap penyakit jantung kronis, pernapasan, dan diabetes.Untuk diketahui, pemanasan global adalah faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena gelombang panas di Eropa.Selain itu, sirkulasi atmosfer dan lautan pun disebut-sebut juga sebagai dua faktor yang mendorong terjadinya gelombang panas.<ul><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/read/ada-black-panther-ini-5-film-terbaru-tayang-di-bioskop-indonesia-bulan-november-2022">Ada Black Panther! Ini 5 Film Terbaru Tayang di Bioskop Indonesia Bulan November 2022</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/read/rayakan-53-tahun-membangun-industri-properti-agung-podomoro-gelar-booster-run-di-vimala-hills">Rayakan 53 Tahun Membangun Industri Properti, Agung Podomoro Gelar Booster Run di Vimala Hills</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.com/read/jangan-asal-beli-ini-7-makanan-yang-tidak-boleh-dibeli-saat-diskon">Jangan Asal Beli! Ini 7 Makanan yang Tidak Boleh Dibeli Saat Diskon</a></li></ul>Peneliti dari Universitas Columbia, Kai Kornhuber, mengatakan bahwa sejumlah wilayah di Eropa masuk ke dalam zona bertekanan rendah.Tekanan rendah di sejumlah wilayah Eropa itu pun lebih mudah menarik udara panas sehingga akhirnya fenomena ekstrem itu pun bisa terjadi.Kornhuber pun berasumsi bahwa pemanasan di Kutub Utara pun menjadi salah satu faktor yang turut mempengaruhi.

DREAN.png

blaze-866440_1280.jpg

World Health Organization (WHO) melaporkan setidaknya ada 15.000 orang yang meninggal dunia akibat gelombang panas yang melanda Eropa tahun ini.

Rekomendasi

15.000 Orang Meninggal Dunia Akibat Gelombang Panas di Eropa